Pukul 15.45 wita
perjalanan kami dimulai dari fakultas ekonomi tercinta untuk memfollow up hasil
rapat selasa siang yang kami lakukan dari departemen Aksi dan Advokasi IMMAJ
2011/2012 menuju daerah tanjung, yakni perencanaan desa binaan kami sebagai
bentuk aksi sosial kami sebagai mahasiswa dan kaum intelektual muda.
Kanda An Ras
Triastuti yang dalam periode ini adalah pimpinan kami di IMMAJ FE-UH, Bung
Rahmat Syarif koordinator Departemen Aksi dan Advokasi, Bung Fakhruddin “paey”,
Bung M. Rizal Idhiel K, Bung Yasykur Suchairyawan dan saya Sendiri Puput P
Sidik yang notabene anggota departemen Aksi dan Advokasi berangkat dengan
mengendarai sepeda motor, kami ditemani teman- teman dari departemen
pengkaderan yakni Bung Rahmansyah “chumbu”, Bung Iqbal Priatama dan Kanda
Dhanty dari departemen Hubungan Masyarakat. Pukul 16.15 wita kami tiba di
lokasi Desa binaan dalam agenda bertemu dengan warga dan adik- adik calon siswa
sekolah sosial yang akan kami bina untuk mendata berapa jumlah calon siswa dan
tingkat berapa mereka di sekolah umum. Daeng Sibo, Daeng Bollo, Kak ati dan
warga lain telah menanti kedatangan kami sejak pukul 14.30 wita. Saya sempat
terharu dan kaget melihat antusiasme warga dan adik- adik untuk belajar bersama kami di sekolah sosial ini.
“kenapa baru datang, dari tadi mi na tunggui ki dengan anak- anak” sambut daeng
sibo melihat rombongan kami tiba. Kanda Tuty sebagai pimpinan kami menyalaminya
dan mengucap kata maaf karena kami terlambat tiba dikarenakan lalulintas hari
ini padat sekali.
Setelah sedikit
berbincang Daeng Sibo mengarahkan kami dan anak- anak ke kediamannya untuk
saling mengenal dan memulai pendataan.
Kami berencana
mengajarkan dua mata pelajaran yakni Matematika dan Bahasa inggris. Bung Rahmat
Syarif sempat tersenym malihat tingkahlaku para anak- anak di daerah itu,
melihat antusiasme mereka, canda tawa mereka karena saling mencela sesama anak-
anak, dan berbagai tingkah laku mereka. “jangan lama- lama tuty, mau ki pergi
mengaji anak- anak di pinggir pantai jam enam” Daeng sibo memperingati pimpinan
kami agar tidak berlama- lama dalam pendataan karena anak- anak mereka harus
mengaji di daerah tanjung bayang yang jaraknya kira- kira 500 meter dari kampung mereka. Adik- adik tadi adalah
anak warga tanjung yang berbeda- beda tingkatan kelasnya disekolah umum, namun
keriangan mereka tidak terbatas atas umur mereka. Kecil, besar tetap saja
saling mencela. Keriangan mereka tak terbendung saat sore tadi.
Melihat tingkah
mereka yang sedikit malu memperkenalkan diri mengingatkan saya ketika masih
seumuran mereka, yang malu ketika harus berbicara dengan orang baru yang saya
kenal. Sungguh sikap manusiawi anak- anak yang hanya berharap kebahagiaan
kelak. Para calon penerus bangsa itu sungguh riang tak peduli masalah apa yang
terjadi, karena mereka tak mengerti dan memang mereka masih kecil.
Pukul setengah
enam sore kami membubarkan kerumunan anak calon pemimpin bangsa tersebut agar
mereka dapat kembali kerumah masing- masing dan bersiap menuju masjid tempat
TPA mereka. Mereka keluar dengan tertib dan menyalami kami satu persatu dan
mengucapkan salam sebelum bubar. Setelah mereka semua pulang kami berdiskusi
mengenai waktu mengajar kami yang cocok dengan waktu para anak tadi agar tidak
mengganggu kegiatan rutin mereka. Disepakati setiap hari rabu sore untuk belajar matematika dan kamis sore untuk
belajar bahasa inggris.
Desa ini adalah
daerah pesisir pantai yang pernah menjadi daerah terisolir beberapa waktu lalu.
Padahal di sekeliling mereka sedang berlangsung megaproyek kawasan tanjung
bunga seperti CBD tanjung, megaproyek Center Point Of Indonesia yang hanya
berjarak kurang lebih 2 km saja. Pada saat itu PT. GMTD yang menjadi pengembang
wilayah tersebut memagari akses jalan
mereka karena mengklaim tanah yang digunakan jalan itu adalah tanah mereka yang
mereka beli dari warga untuk pengembangan wilayah dengan membangun property.
Jalan itu merupakan akses mereka satu- satunya dengan jalan raya dan dunia
luar, bagaimana jika dipagari, dimana mereka akan lewat untuk pergi bekerja,
membeli kebutuhan pokok?. Pada saat itu salah seorang partisipan LBH
mengarahkan senior kami dari SENAT MAHASISWA FE-UH untuk membantu mengadvokasi
masalah mereka hingga akhirnya tuntutan mereka agar dibuatkan jalan walau kecil
terwujud. Melalui senior kami itulah saya dan teman-teman IMMAJ mengenal warga
desa dengan segala keramahan mereka. Sungguh kebahagiaan serasa mendapat
keluarga baru ditanah rantau jauh dengan orang tua.
TO BE CONTINUED............